Sabtu, 2 November 2013
Ziarah kepemakaman Saikhona
Kholil Bangkalan.

Ketika tubuh
ini merasa jauh dari iman, setelah rasa sakit yang saya rasakan selama ini saya
mencoba untuk mencari sensasi baru. Saya mengajak teman sekamar saya (namanya
Ach. Rodiyanto jurusan sosiologi di UTM) pergi berziarah kemakam Saikhona
Kholil Bangkalan. Temansaya yang satu ini memang keturunan salah satu pengasuh
pondok pesantren di dasuk dari keturunan sang ayah. Dia selalu menentramkan hatinya
dengan bacaan ayat suci Al-qur’an dan salah satunya pergi berziarah
ketempat-tempat pemakaman tokoh-tokoh islam terdahulu. Entah kenapa hari ini
saya tertarik untuk mengajaknya pergi berziarah. Ditengah panasnya terik
matahari tepatnya setelah menunaikan shalat dzuhur di masjid Nururrahman kampus
UTM saya dengan Ach. Rodiyanto serta sepupu sekaligus tetangga saya dirumah
yang saat itu ingin menebus niatnya bersama-sama kita pergi dengan memakai
mobil tumpangan kepemakaman Saikhona Kholil Bangkalan. kami berjalan kaki
dahulu kejalan dimana angkutan umum menanti tumpangannya kepertigaan telang
jalan masuk ke-kampus Universitas Trunojoyo Madura dan berjalan kaki pula
dengan menempuh perjalanan kurang lebih satu kilometer dipertigaan jalan yang
menuju ke-pemakaman Saikhona Kholil Bangkalan depan Akbid bangkalan. Tidaklama
kemudian akhirnya kami sampai ketempat tujuan ba’da shalat ashar. Seusai
menunaikan ibadah shalat ashar kami berziarah ke-makam Saikhona Kholil
Bangkalan yang tepatnya berada dalam teras barat masjid. Dulunya, masjid itu
dibangun setelah Saikhona Kholil Bangkalan menggali sumur yang terdapat air tawar.
Kami membaca surat yasin dan tahlil bersama peziarah lainnya hingga lima belas
menit sebelum waktu adzan magrib.
Hati ini pun
merasakan sejuknya suasana dimasjid tempat pemakaman Saikhona Kholil Bangkalan
ditengah ramainya peziarah, hati saya terketuk untuk selalu berdzikir, dan
membaca Al-Qur’an untuk mengingat Allah SWT. Saya juga berfikir akan masa yang
nantinya menjadi apa yang saya harapkan, “dapatkah pemakaman saya kelak
dipenuhi oleh peziarah seperti layaknya Saikhona Kholil Bangkalan yang sangat
berjasa ini”, Tak sengaja kata-kata itu terucap dalam bibir saya sehingga Ach.
Rodiyanto mendengar akan apa yang saya ucapkan dan merespon dan mengatakan
“atau malah tidak ada yang berziarah sama sekali” saya merenungkan kata-kata
ini meskipun kedengarannya begitu sepele tapi, apakah kita dapat meniru
sepersenpun dari orang yang sangat berjasa seperti almarhum.
0 Komentar