Pohon Meranti Melelap


Di hutan belantara pada tengah malam lari seorang diri dan kemungkinan dikejar para pengawal kediaman kepala suku kecil Kalimantan dengan membawa kabur perempuan muda sana. Di belenggu ku nampak tetes air matanya bercucuran. Setelah aman jauh dari kejaran ku bangun sebuah gubuk kecil dari batang-batang kecil dan reranting tua pohon Meranti seadanya untuk bersembunyi di tengah hutan lebat malam ini. Setelah sekian lama semalaman lari Tak mungkin bagiku menyalakan api walau suhu terasa dingin karena tiupan angin kemarau. Badan terasa menggigil sementara anak semata wayang yakni perempuan muda dari kepala sebuah suku kecil sedang bersamaku tersedu-sedu di dalam hutan ketakutan. Ku coba untuk menenangkan dan ku dekap ia dari belakang. Rehat sejenak tangisannya. Dia tampak seakan-akan telah berada dalam sarang harimau hutan belantara.

Sekitar sepertiga malam, kejora mulai tampak dari ufuk timur. Dingin makin menjadi-jadi ke sekujur tubuh. Ku lihat perempuan ini telah terlelap dari tangisannya. Aku mencoba untuk berbaring di sampingnya dan mencoba berbagi kehangatan bersamanya. Dengan membalikkan tubuhnya dan saling berhadapan, terjadilah kekhilafan yang ku lakukan. Walau kehangatan terasa, bagaimana selanjutnya mengapa aku melakukan hal yang sedemikian. Sialnya hari nampak terang dan aku telah terlelap ketiduran. Aku lupa bahwa aku adalah seorang buronan yang menculik perempuan satu-satunya keturunan kepala suku kecil di kalimantan. Aku bangun dari lelapnya tidur malam lalu bergegas mandi, dan seketika akan melakukan dhuha ternyata hari sudah hampir asar, mungkin aku puasa hanya 4 jam setelah sahur lalu tidur hingga matahari hampir tenggelam ke singgasananya. Ah, sial, sudah waktunya menghubungi teman-teman untuk berburu takjil di hutan. Eh maksudnya di masjid kamal.

 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.